Mengenai Saya

Foto saya
Jepara, Jawa Tengah, Indonesia

Rabu, 03 Agustus 2016

MALARIA



MALARIA MERUPAKAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE
DAN SULIT DIBERANTAS.


Infeksi malaria masih merupakan problema klinik  bagi negara tropik dan sub tropik dan negara berkembang maupun yang sudah maju. Di Indonesia penyakit malaria masih menjadi penyakit infeksi utama di Indonesia terutama kawasan Timur, bahkan juga menjadi masalah bagi daerah Jawa dan Sumatera yang dahulunya sudah dapat dikendalikan.
Malaria adalah salah satu masalah kesehatan penting di dunia. Secara umum ada  4 jenis malaria, yaitu tropika, tertiana, ovale dan quartana. Di dunia ada lebih dari 1 juta meninggal setiap tahun, 80% diantaranya di Afrika. Secara umum diperkirakan ada sekitar 3 milyar pasien malaria diseluruh dunia.Di Indonesia angka malaria di tahun 2009 adalah1,85 perseribu penduduk. Angka ini menurun / membaik dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu: tahun 2008 : 2,47 perseribu penduduk, tahun 2007 : 2, 89 perseribu penduduk, tahun 2006 : 3,14 perseribu penduduk dan tahun 2005 : 2,93 perseribu penduduk.
Bahaya yang ditimbulkan oleh parasit tersebut adalah terjadinya anemia. Pada penderita malaria, sel-sel darah merah dirusak oleh plasmodium. Anemia dapat membuat produktivitas pekerja tidak optimal, serta mempengaruhi kecerdasan pada bayi dan anak usia sekolah. Di daerah endemik, malaria menyebabkan bayi lahir dengan bobot rendah maupun lahir mati. Pada kehamilan bisa memicu anemia berat, yang turut menyumbang kasus kematian ibu hamil. Oleh sebab itu, pengendalian dan pemberantasan malaria masih menjadi prioritas pembangunan kesehatan.

Menurut Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI bahwa hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang benar-benar aman dari serangan malaria, begitu juga yang dialami di beberapa negara lainnya. Di dunia tercatat lebih dari 250 juta orang setiap tahun terinfeksi malaria. Di Indonesia sendiri, 80 persen kabupaten masih termasuk endemis malaria dan 45 persen jumlah penduduk berisiko terkena malaria. "Malaria masih menjadi masalah kesehatan terutama di wilayah luar Jawa Bali khususnya wilayah Indonesia bagian Timur. Indonesia bisa dibagi menjadi 3 wilayah yaitu endemis tinggi di Indonesia Timur, menengah di daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, serta rendah di wilayah Jawa Bali.

Dengan perkembangan transportasi, mobilisasi penduduk dunia khususnya dengan berkembangnya dunia wisata, infeksi malaria juga merupakan masalah bagi negara-negara maju karena munculnya penyakit malaria di negara tersebut. Masalah mortalitas malaria berat dan morbiditas mempunyai kaitan erat dengan timbulnya resistensi pengobatan dan kewaspadaan terhadap diagnosa dini.

 Di Indonesia, malaria merupakan salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka kematian bayi,  balita dan ibu serta dapat menurunkan produktivitas kerja. Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi terutama di kawasan timur Indonesia. Kejadian luar biasa malaria masih sering terjadi terutama di daerah yang terjadi perubahan lingkungan misalnya tambak udang atau ikan yang tidak terpelihara, penebangan pohon bakau sebagai bahan bakar untuk memasak, muara sungai yang tersumbat yang akan menjadi tempat perindukan/breeding place nyamuk malaria. Upaya pemberantasan yang dilakukan saat ini adalah menemukan penderita sedini mungkin dan langsung diberikan pengobatan. Upaya untuk mendekatkan pelayanan ke masyarakat salah satunya dengan POD (Pos Obat Desa). Sedangkan untuk memutuskan rantai penularan dilakukan upaya pemberantasan nyamuk melalui penataan lingkungan.

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut. Keterbatasan pengetahuan mengenai biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk menanggulangi malaria.
Malaria sulit diberantas, disebabkan karena beberapa faktor yaitu:
1.      Faktor Nyamuk
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut: kepadatan vektor dekat pemukiman manusia, kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia, frekuensi menghisap darah tergantung dari suhu, lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam tubuh nyamuk), kebiasaan makan dan istrirahat nyamuk anopheles: endofilia (suka tinggal dalam rumah/bangunan), eksofilia (suka tinggal diluar rumah), endofagi (suka makan dalam rumah/bangunan),  eksofagi (menggigit diluar rumah/bangunan), antroprofili (suka menggigit manusia), zoofili (suka menggigit bintang).

Parasit malaria hidup di dua tubuh makhluk hidup
Parasit malaria dapat bertahan hidup pada dua tubuh makhluk hidup, yaitu manusia sebagai tuan rumah yang menderita atau inang dan nyamuk Anopheles betina, hewan yang menyebarkan penyakit. Hal ini membuat pengendalian malaria harus melibatkan tiga makhluk hidup, yaitu parasit itu sendiri, manusia dan nyamuk penyebar parasit.
Parasit malaria memiliki kemampuan besar untuk melarikan diri dari pertahanan manusia
Parasit malaria memliki sistem kekebalan tubuh yang kuat dan dapat bertahan dalam tubuh inang selama bertahun-tahun tanpa merugikan diri sendiri dan menyebar melalui nyamuk. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa vaksin terhadap malaria mungkin tidak efektif.

2.      Faktor lingkungan
Nyamuk anopheles hidup di daerah tropik dan sub tropik. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kecepatan perkembangbiakan nyamuk. Suhu yang semakin hangat akibat pemanasan global, mempercepat siklus hidup nyamuk.
A.    Lingkungan fisik
a.       Suhu. Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk.  Suhu optimum berkisar 20 dan 30ºC. Makin tinggi suhu makin pendek masa inkubasi ekstrinsik dan makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
b.      Kelembaban. Pada kelembaban yang lebh tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
c.       Hujan. Hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya endemi malaria. Hujan yang diselengi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk anopheles.
d.      Ketinggian. Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah.
e.       Angin. Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
f.       Sinar matahari. Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh. Anopheles hyrcanus spp dan anopheles pinctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka. Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.  
g.      Arus air. Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat sedangkan anophles minimus menyukai aliran air yang deras dan anopheles letifer menyukai air tergenang.
h.      Kadar garam. Anopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan anopheles dalam air tawar.
B.     Lingkungan biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Ada beberapa jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah. Berkurangnya kepadatan hewan, nyamuk lebih banyak menggigit manusia.

C.     Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan diluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (man made malaria). Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan kasus malaria yang diimport. Kurangnya kewaspadaan petugas kesehatan pada daerah receptive.
Host atau manusia selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain
Manusia sebagai host (tuan rumah yang menderita malaria) selalu bergerak dan berpindah, membuat penyebaran malaria menyebar dari orang satu ke orang lainnya, tempat ke tempat lainnya, bahkan lintas benua.

3.      Resistensi. Resistensi nyamuk terhadap insektisida, resistensi parasit terhadap klorokuin.
Obat antimalaria belum mampu mengendalikan parasit malaria
Obat antimalaria lini pertama yang murah dan aman, tidak begitu efektif di berbagai belahan dunia. Sedangkan obat yang baru masih sangat sedikit, mahal (untuk sebagian besar populasi yang menderita malaria) dan lebih toksik (beracun atau tidak aman).

4.      Upaya pemberantasan yang belum lengkap/komprehensif dan kurangnya supervisi pada daerah yang sulit. Adanya krisis ekonomi dan terbatasnya dana menyebabkan kurangnya sumber daya (tenaga, sarana, biaya operasional) 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar