MALARIA
MERUPAKAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE
DAN
SULIT DIBERANTAS.
Infeksi
malaria masih merupakan problema klinik
bagi negara tropik dan sub tropik dan negara berkembang maupun yang
sudah maju. Di Indonesia penyakit malaria masih menjadi penyakit infeksi utama
di Indonesia terutama kawasan Timur, bahkan juga menjadi masalah bagi daerah
Jawa dan Sumatera yang dahulunya sudah dapat dikendalikan.
Malaria adalah salah satu masalah kesehatan penting di dunia. Secara umum
ada 4 jenis malaria, yaitu tropika, tertiana, ovale dan quartana. Di
dunia ada lebih dari 1 juta meninggal setiap tahun, 80% diantaranya di Afrika.
Secara umum diperkirakan ada sekitar 3 milyar pasien malaria diseluruh dunia.Di
Indonesia angka malaria di tahun 2009 adalah1,85 perseribu penduduk. Angka ini
menurun / membaik dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu: tahun 2008 : 2,47
perseribu penduduk, tahun 2007 : 2, 89 perseribu penduduk, tahun 2006 : 3,14
perseribu penduduk dan tahun 2005 : 2,93 perseribu penduduk.
Bahaya yang ditimbulkan oleh parasit
tersebut adalah terjadinya anemia. Pada penderita malaria, sel-sel darah merah
dirusak oleh plasmodium. Anemia dapat membuat produktivitas pekerja tidak
optimal, serta mempengaruhi kecerdasan pada bayi dan anak usia sekolah. Di
daerah endemik, malaria menyebabkan bayi lahir dengan bobot rendah maupun lahir
mati. Pada kehamilan bisa memicu anemia berat, yang turut menyumbang kasus
kematian ibu hamil. Oleh sebab itu, pengendalian dan pemberantasan malaria
masih menjadi prioritas pembangunan kesehatan.
Menurut Prof dr Tjandra Yoga
Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI bahwa hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang benar-benar aman dari
serangan malaria, begitu juga yang dialami di beberapa negara lainnya. Di dunia
tercatat lebih dari 250 juta orang setiap tahun terinfeksi malaria. Di
Indonesia sendiri, 80 persen kabupaten masih termasuk endemis malaria dan 45
persen jumlah penduduk berisiko terkena malaria. "Malaria masih menjadi
masalah kesehatan terutama di wilayah luar Jawa Bali khususnya wilayah
Indonesia bagian Timur. Indonesia bisa dibagi menjadi 3 wilayah yaitu endemis
tinggi di Indonesia Timur, menengah di daerah Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi, serta rendah di wilayah Jawa Bali.
Dengan
perkembangan transportasi, mobilisasi penduduk dunia khususnya dengan
berkembangnya dunia wisata, infeksi malaria juga merupakan masalah bagi
negara-negara maju karena munculnya penyakit malaria di negara tersebut. Masalah
mortalitas malaria berat dan morbiditas mempunyai kaitan erat dengan timbulnya
resistensi pengobatan dan kewaspadaan terhadap diagnosa dini.
Di Indonesia, malaria merupakan salah satu penyakit menular yang
mempengaruhi angka kematian bayi, balita
dan ibu serta dapat menurunkan produktivitas kerja. Angka kesakitan malaria
masih cukup tinggi terutama di kawasan timur Indonesia. Kejadian luar biasa malaria
masih sering terjadi terutama di daerah yang terjadi perubahan lingkungan
misalnya tambak udang atau ikan yang tidak terpelihara, penebangan pohon bakau
sebagai bahan bakar untuk memasak, muara sungai yang tersumbat yang akan
menjadi tempat perindukan/breeding place nyamuk malaria. Upaya pemberantasan
yang dilakukan saat ini adalah menemukan penderita sedini mungkin dan langsung
diberikan pengobatan. Upaya untuk mendekatkan pelayanan ke masyarakat salah
satunya dengan POD (Pos Obat Desa). Sedangkan untuk memutuskan rantai penularan
dilakukan upaya pemberantasan nyamuk melalui penataan lingkungan.
Epidemiologi
malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi
malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk
menanggulangi penyakit tersebut. Keterbatasan pengetahuan mengenai biologi
parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk
menanggulangi malaria.
Malaria
sulit diberantas, disebabkan karena beberapa faktor yaitu:
1.
Faktor
Nyamuk
Efektifitas
vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut:
kepadatan vektor dekat pemukiman manusia, kesukaan menghisap darah manusia atau
antropofilia, frekuensi menghisap darah tergantung dari suhu, lamanya sporogoni
(berkembangnya parasit dalam tubuh nyamuk), kebiasaan makan dan istrirahat
nyamuk anopheles: endofilia (suka tinggal dalam rumah/bangunan), eksofilia
(suka tinggal diluar rumah), endofagi (suka makan dalam rumah/bangunan), eksofagi (menggigit diluar rumah/bangunan),
antroprofili (suka menggigit manusia), zoofili (suka menggigit bintang).
Parasit malaria hidup di dua tubuh
makhluk hidup
Parasit malaria dapat bertahan hidup pada dua tubuh makhluk hidup, yaitu
manusia sebagai tuan rumah yang menderita atau inang dan nyamuk Anopheles
betina, hewan yang menyebarkan penyakit. Hal ini membuat pengendalian malaria
harus melibatkan tiga makhluk hidup, yaitu parasit itu sendiri, manusia dan
nyamuk penyebar parasit.
Parasit malaria memiliki kemampuan
besar untuk melarikan diri dari pertahanan manusia
Parasit malaria memliki sistem kekebalan tubuh yang kuat dan dapat bertahan
dalam tubuh inang selama bertahun-tahun tanpa merugikan diri sendiri dan
menyebar melalui nyamuk. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa vaksin
terhadap malaria mungkin tidak efektif.
2.
Faktor
lingkungan
Nyamuk anopheles
hidup di daerah tropik dan sub tropik. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh
terhadap kecepatan perkembangbiakan nyamuk. Suhu yang semakin hangat akibat
pemanasan global, mempercepat siklus hidup nyamuk.
A.
Lingkungan
fisik
a.
Suhu.
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu optimum berkisar 20 dan 30ÂșC. Makin
tinggi suhu makin pendek masa inkubasi ekstrinsik dan makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsik.
b.
Kelembaban.
Pada kelembaban yang lebh tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
c.
Hujan.
Hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya endemi malaria. Hujan
yang diselengi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk
anopheles.
d.
Ketinggian.
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah.
e.
Angin.
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut
menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
f.
Sinar
matahari. Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh. Anopheles
hyrcanus spp dan anopheles pinctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka.
Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang
terang.
g.
Arus
air. Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir
lambat sedangkan anophles minimus menyukai aliran air yang deras dan anopheles
letifer menyukai air tergenang.
h.
Kadar
garam. Anopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya
12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera
Utara ditemukan pula perindukan anopheles dalam air tawar.
B.
Lingkungan
biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan
berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat
menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya.
Ada beberapa jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp),
gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu
daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah
gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh
dari rumah. Berkurangnya kepadatan hewan, nyamuk lebih banyak menggigit
manusia.
C.
Lingkungan
sosial budaya
Kebiasaan diluar rumah sampai larut
malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan
gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat untuk memberantas malaria antara
lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa
pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti
pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman
baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan
penularan malaria (man made malaria). Peperangan dan perpindahan penduduk dapat
menjadi faktor penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan
perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan kasus malaria yang diimport.
Kurangnya kewaspadaan petugas kesehatan pada daerah receptive.
Host atau manusia selalu bergerak dari satu tempat ke
tempat lain
Manusia sebagai host (tuan rumah yang menderita malaria) selalu bergerak
dan berpindah, membuat penyebaran malaria menyebar dari orang satu ke orang
lainnya, tempat ke tempat lainnya, bahkan lintas benua.
3.
Resistensi.
Resistensi nyamuk terhadap insektisida, resistensi parasit terhadap klorokuin.
Obat antimalaria belum mampu
mengendalikan parasit malaria
Obat antimalaria lini pertama yang murah dan aman, tidak begitu efektif di
berbagai belahan dunia. Sedangkan obat yang baru masih sangat sedikit, mahal
(untuk sebagian besar populasi yang menderita malaria) dan lebih toksik
(beracun atau tidak aman).
4.
Upaya
pemberantasan yang belum lengkap/komprehensif dan kurangnya supervisi pada
daerah yang sulit. Adanya krisis ekonomi dan
terbatasnya dana menyebabkan kurangnya sumber daya (tenaga, sarana, biaya
operasional)